Hukum Mendel menetapkan bahwa persilangan sampai keturunan kedua (F2), pada satu sifat beda (monohibrid) dihasilkan rasio fenotip 3 : 1 dan pada dua sifat beda (dihibrid) dihasilkan rasio fenotip 9 : 3 : 3 : 1.
Beberapa
peristiwa yang menunjukkan penyimpangan semu di antaranya epistasis dan
hipostasis, kriptomeri, interaksi beberapa pasangan alel, polimeri, serta gen
komplementer.
a.
Epistasis dan Hipostasis
Epistasis dan hipostasis
merupakan salah satu bentuk interaksi gen dalam hal ini gen dominan mengalahkan
gen dominan lainnya yang bukan sealel. Gen dominan yang menutup ekspresi gen
dominan lainnya disebut epistasis, sedangkan gen dominan yang tertutup itu
disebut hipostasis. Peristiwa epistasis dan hipostasis terjadi pada warna umbi
lapis pada bawang (Allium sp.), warna kulit gandum, warna bulu ayam,
warna rambut mencit, dan warna mata pada manusia. Peristiwa epistasis dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu epistasis dominan, epistasis resesif, serta
epistasis dominan dan resesif.
1)
Epistasis Dominan
Pada
epistasis dominan terdapat satu gen dominan yang bersifat epistasis. Misalnya
warna umbi lapis pada bawang (Allium sp.). A merupakan gen untuk umbi
merah dan B merupakan gen untuk umbi kuning. Gen merah dan kuning dominan
terhadap putih.
Perkawinan
antara tanaman bawang berumbi lapis kuning homozigot dengan yang merah
homozigot menghasilkan tanaman F1 yang berumbi lapis merah. Keturunan F2 terdiri
atas 16 kombinasi dengan perbandingan 12/16 merah : 3/16 kuning : 1/16 putih
atau 12 : 3 : 1. Perbandingan itu terlihat menyimpang dari hukum Mendel, tetapi
ternyata tidak. Perbandingan 9 : 3 : 3 : 1 untuk keturunan perkawinan dihibrid
hanya mengalami modifikasi saja, yaitu 9 : 3 : 3 : 1 menjadi 12 : 3 : 1.
Perhatikan
diagram persilangan berikut.
2)
Epistasis Resesif
Pada
peristiwa epistasis resesif terdapat suatu gen resesif yang bersifat epistasis
terhadap gen dominan yang bukan alelnya (pasangannya). Gen resesif tersebut
harus dalam keadaan homozigot, contohnya pada pewarisan warna rambut tikus. Gen
A menentukan warna hitam, gen a menentukan warna abu-abu, gen C menentukan
enzim yang menyebabkan timbulnya warna dan gen c yang menentukan enzim
penghambat munculnya warna. Gen C bersifat epistasis. Jadi, tikus yang berwarna
hitam memiliki gen C dan A.
Perhatikan
diagram persilangan berikut.
3)
Epistasis Dominan dan Resesif
Epistasis
dominan dan resesif (inhibiting gen) merupakan penyimpangan semu yang
terjadi karena terdapat dua gen dominan yang jika dalam keadaan bersama akan
menghambat pengaruh salah satu gen dominan tersebut. Peristiwa ini
mengakibatkan perbandingan fenotip F2 = 13 : 3. Contohnya ayam leghorn putih
mempunyai genotip IICC dikawinkan dengan ayam white silkre berwarna putih yang
mempunyai genotip iicc. Perhatikan diagram berikut.
Catatan:
C
= gen yang menghasilkan warna, c = gen yang tidak menghasilkan warna (ayam
menjadi putih).
I
= gen yang menghalang-halangi keluarnya warna (gen ini disebut
juga
gen penghalang atau inhibitor), i = gen yang tidak menghalangi keluarnya warna.
Coba
perhatikan diagram hasil persilangan F1 di atas. Meskipun gen C mempengaruhi
munculnya warna bulu, tetapi karena bertemu dengan gen I (gen yang menghalangi
munculnya warna), maka menghasilkan keturunan dengan fenotip ayam berbulu
putih. Jadi, perbandingan fenotip:
F2 = ayam putih : ayam berwarna =13/16 : 3/16 = 13 : 3
b.
Kriptomeri
Kriptomeri
adalah peristiwa gen dominan yang seolaholah tersembunyi bila berada bersama
dengan gen dominan lainnya, dan akan terlihat bila berdiri sendiri.
Correns pernah menyilangkan
tumbuhan Linaria maroccana berbunga merah galur murni dengan yang
berbunga putih juga galur murni. Dalam persilangan tersebut diperoleh F1 semua
berbunga ungu, sedangkan F2 terdiri atas tanaman dengan perbandingan berbunga
ungu : merah : putih = 9 : 3 : 4.
Warna
bunga Linaria (ungu, merah, dan putih) ditentukan oleh pigmen hemosianin
yang terdapat dalam plasma sel dan sifat keasaman plasma sel. Pigmen hemosianin
akan menampilkan warna merah dalam plasma atau air sel yang bersifat asam dan
akan menampilkan warna ungu dalam plasma sel yang bersifat basa.
Warna
bunga Linaria maroccana ditentukan oleh ekspresi gen-gen berikut.
1)
Gen A, menentukan ada bahan dasar pigmen antosianin.
2)
Gen a, menentukan tidak ada bahan dasar pigmen antosianin.
3)
Gen B, menentukan suasana basa pada plasma sel.
4)
Gen b, menentukan suasana asam pada plasma sel.
Persilangan
antara Linaria maroccana bunga merah dengan bunga putih
menghasilkan keturunan seperti dijelaskan pada diagram berikut.
c.
Interaksi Beberapa Pasangan Alel (Atavisme)
Pada
permulaan abad ke-20, W. Baterson dan R.C. Punnet menyilangkan
beberapa varietas ayam negeri, yaitu ayam berpial gerigi (mawar), berpial biji
(ercis), dan berpial bilah (tunggal). Pada persilangan antara ayam berpial
mawar dengan ayam berpial ercis, menghasilkan semua ayam berpial sumpel
(walnut) pada keturunan F1. Varietas ini sebelumnya belum dikenal. Pada
keturunan F2 diperoleh empat macam fenotip, yaitu ayam berpial walnut, berpial
mawar, berpial ercis, dan berpial tunggal dengan perbandingan 9 : 3 : 3 : 1.
Perbandingan ini sama dengan perbandingan F2 pada pembastaran dihibrid.
Perhatikan diagram persilangan di bawah
Berdasarkan
diagram persilangan tersebut terdapat penyimpangan dibandingkan dengan
persilangan dihibrid. Penyimpangan yang dimaksud bukan mengenai perbandingan
fenotip, tetapi munculnya sifat baru pada F1 dan F2. Keturunan F1 berfenotip
ayam berpial walnut atau sumpel,
tidak
menyerupai salah satu induknya. Sifat pial sumpel atau walnut (F1) merupakan
interaksi dua faktor dominan yang berdiri sendiri-sendiri dan sifat pial
tunggal (F2) sebagai hasil interaksi dua faktor resesif.
disalin dari : Sembiring L, Sudjino,2009,Biologi Kelas XII SMA dan MA,Jakarta,Pusat Perbukuan Nasional
0 Comments